"MAKALAH TENTANG MASJID"
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Masjid sebagai tempat duduk atau
setiap tempat yang digunakan untuk beribadah. Masjid memegang peranan penting
dalam penyelenggaraan Pendidikan Islam, karena itu masjid merupakan sarana yang
pokok dan mutlak keperluannya dalam masyarakat.
Memang masjid/langgar merupakan
instusi pendidikan yang pertama di bentuk dalam lingkungan masyarakat Muslim.
Pada dasarnya masjid atau langgar mempunyai fungsi yang tidak terlepas dari
kehidupan keluarga sebagai lembaga pendidikan. Berfungsi sebagai penyempurna
pendidikan dalam keluarga, agar selanjutnya anak mampu melaksanakan tugas-tugas
hidup dalam masyarakat dan lingkungan.
Untuk lebih mengetahui lebih lagi
tentang masjid sebagai pusat pendidikan dan dakwah kita akan mengetahui
terlebih dahulu pengertian dari masjid, latar belakang, historis / sejarah
berdirinya Masjid, serta fungsinya.
B.
Rumusan
Masalah
Mengingat begitu banyak kajian yang
dapat dikemukakan tentang masjid, maka penulis membatasi masalah ini sebagai
berikut :
- Pengertian
masjid
- Latar
belakang berdirinya masjid
- Fungsi
masjid :
-
Sebagai
Pusat Dakwah
-
Sebagai
Pusat Pendidikan
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari Pembahasan Masjid sebagai Pusat
Pendidikan dan Dakwah :
1.
Untuk mengetahui
bagaimana penyelenggaraan masjid sebagai pusat pendidikan dan dakwah.
2.
Untuk
mengetahui pengertian dan Latar belakang berdirinya masjid.
3.
Supaya kita
menyadari arti pentingnya pendidikan yang dilaksanakan di Masjid walaupun bersifat
non formal.
4. Untuk
memperdalam wawasan keilmuan mengenai Masjid.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Masjid
Secara harfiah mesjid diartikan
sebagai tempat duduk atau setiap tempat yang dipergunakan untuk beribadah.
Mesjid juga berarti “tempat shalat berjama’ah” atau tempat shalat untuk umum
(orang banyak).
Masjid
atau mesjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim.
Masjid artinya tempat sujud, dan mesjid berukuran kecil juga disebut mushola,
langgar atau surau.
Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim.
Kegiatan - kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan
belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam,
masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga
kemiliteran.
B.
Latar
Belakang berdirinya masjid
Masjid berasal dari bahasa arab sajada
yang berarti tempat sujud atau tempat menyembah Allah SWT. Bumi yang kita
tempati ini adalah masjid bagi kaum muslimin. Setiap muslim boleh melakukan
shalat di wilayah manapun di bumi inierkecuali dia atas kuburan, di tempat yang
bernajis, dan di tempat-tempat yang menurut ukuran syariat Islam tidak sesuai
untuk dijadikan tempat shalat.
Rasullullah bersabda :
اَلْاَرْضُ
كُلَّهَا مَسْجِدٌ (رواه مسلم)
“Setiap bagian dari bumi Allah adalah tempat sujud
(masjid).” (HR Muslim)
Pada hadist yang lain Rasulullah besabda pula :
جُعِلَتْ لَنَا
اَلْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُوْرًا (رواه مسلم)
“ telah dijadikan bagi kita bumi ini sebagai tempat
sujud dan keadaan nya bersih.” (HR Muslim)
Masjid
tidak bisa dilepaskan dari masalah shalat. Berdasarkan sabda Nabi SAW. Diatas,
setiap orang bisa melakukan Shalat dimana saja di rumah, di kebun, di jalan, di
kendaraan dan di tempat lainnya. Selain itu, masjid merupakan tempat orang
berkumpul dan melakukan shalat secara berjamaah, dengan tujuan meningkatkan
solidaritas dan silahturrahmi di kalangan kaum muslimin. Di masjid pulalah
tempat terbaik untuk melangsungkan shalat jum’at.
Dimasa
Nabi SAW. Ataupun dimasa sesudahnya, masjid menjadi pusat atau sentral kegiatan
kaum muslimin. Kegiatan di bidang pemerintahan
pun mencakup, ideologi, politik, ekonomi, social, peradilan , dan kemiliteran
dibahas dan di pecahkan di lembaga Masjid. Masjid juga berfungsi sebagai pusat
pengembangan kebudayaan Islam terutama
saat gedung-gedung khusus untuk itu belum didirikan. Masjid juga merupakan
ajang halaqah atau diskusi, tempat mengaji, dan memperdalam ilmu-ilmu
pengetahuan agama ataupun umum. Pertumbuhan remaja masjid dewasa ini juga
termasuk upaya memaksimalkan fungsi kebudayaan yang diemban masjid.
Kalau saja tidak ada kewajiban
Shalat, tentu tidak ada yang namanya Masjid di dalam Islam. Memang, shalat
sudah di syariatkan pada awal kelahiran islam sebanyak empat rakaat, dua di
pagi hari dan dua di sore hari. Penetapan Shalat menjadi lima waktu seperti
sekarang ini baru disyariatkan menjelang
Nabi Hijrah ke Madinah. Sampai saat itu, ibadah shalat dilakukan dirumah-rumah.
Tiadanya usaha mendirikan masjid karena lemahnya kedudukan umat Islam yang
sangat lemah, sedangkan tantangan dari penduduk Makkah begitu ganasnya.
Penduduk Makkah tampak belum siap menerima ajaran Nabi SAW. Walau telah 13
tahun dakwah dilancarkan.
·
Masjid
Pertama Dalam Islam
Masyarakat Madinah yang dikenal
berwatak lebih halus lebih bisa menerima syiar Nabi Muhammad SAW. Mereka dengan
antusias mengirim utusan sambil mengutarakan ketulusan hasrat mereka agar
Rasulullah pindah saja ke Madinah. Nabi setuju, setelah dua kali utusan datang
dua tahun berturut-turut di musim haji dalam dua peristiwa yang dikenal dengan
bai’at Aqabah I dan Aqabah II.
Saat yang dirasa tepat oleh Nabi
untuk berhijrah itu pun tiba. Waktu kaum kafir Makkah mendengar kabar ini,
mereka mengepung rumah Nabi, tetapi usaha mereka gagal total berkat
perlindungan Allah SWT. Nabi keluar rumah dengan meninggalkan Ali bin Abi
Thalib yang beliau suruh mengisi tempat tidur beliau. Pada saat itu, para
pengepung tertidur dengan nyenyak. Begitu terbangun, mereka menemukan sasaran
yang diincar tak lagi berada di tempat. Pengejaran yang dilakukan kaum kafir
Makkah sia-sia. Dengan mengambil rute jalan yang tidak biasa, diseling
persembunyian di sebuah gua, Nabi sampai desa Quba yang terletak sebelah barat
Laut Yasrib, kota yang di belakang hari berganti nama m enjadi “Madinatur
Rasul”, “kota Nabi”, atau “Madinah” saja.
Di desa itu Nabi beristarahat selama
empat hari. Dalam tempo pendek itulah Nabi membangun masjid yang di sebut
Masjid Quba.
·
Tiga Masjid
Suci
Perkembangan masjid Quba memang kalah pesat
dibandingkan dengan masjidil Haram dan Masjid Nabawi, terutama setelah wafatnya
nabi Muhammad SAW. Wajar karena kedua masjid di Makkah dan di Madinah. Yang
menjadikan ia sebagai sarana “kemakmuran” adalah kita semua. Mulai dari para
ustadz, mubaligh, remaja, mahasiswa, dan rakyat umum; yang memberi dan menerima
ilmu dan segala macam kearifan perikehidupan yang sangat diperlukan untuk
pegangan hidup di alam dunia ini.
Masjid dapat merupakan tempat kita pulang, tempat kita
berangkat, tempat kita bertanya. Kalau seseorang mempunyai pertanyaan, baik itu
menyangkut segala aspek kehidupan duniawi maupun persoalan yang berdimensi
ukhrawi, jangan bingung k e mana dia mencari jawaban atas pertanyaannya.
Datanglah ke masjid ! di antara pengasuh masjid, niscaya ada yang lebih
mengetahui rahasia soal-soal keduniaan.
C.
Fungsi
Masjid
·
Fungsi utama
Masjid adalah tempat sujud kepada
Allah SWT, tempat Shalat, dan tempat beribadah kepada-Nya. Lima kali sehari
semalam umat Islam dianjurkan mengunjungi masjid guna melaksanakan shalat
berjamaah. Masjid juga merupakan tempat yang paling banyak dikumandangkan nama Allah
melalui azan, qamat, tahlil, istigfar, dan ucapan lain yang dianjurkan dibaca
di Masjid sebagai bagian dari lafaz yang berkaitan dengan pengagungan asma
Allah. Selain itu fungsi masjid adalah :
1.
Masjid
merupakan tempat kaum muslimin beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT;
2. Masjid
adalah tempat kaum muslimin ber’itikaf, membersihkan diri, mengembleng batin
untuk membina kesadaran dan mendapatkan pengalaman batin / keagamaan sehingga
selalu terpelihara keseimbangan jiwa dan raga serta kebutuhan kepribadian;
3. Masjid
adalah tempat bermusyawarah kaum muslimin guna memecahkan persoalan-persoalan
yang timbul dalam masyarakat.
4. Masjid
adalah tempat kaum Muslimin berkonsultasi, mengajukan kesulitan-kesulitan,
meminta bantuan dan pertolongan;
5. Masjid
adalah tempat membina keutuhan ikatan jamaah dan kegotoroyongan di dalam
mewujudkan kesejahteraan bersama.
6. Masjid
dengan majelis taklimnya merupakan wahana untuk meningkatkan kecerdasan dan
ilmu pengetahuan muslim;
7. Masjid
adalah tempat pembinaan dan pengembangan kader-kader umat;
8. Masjid
tempat mengumpulkan dana, menyimpan, dan membagikannya; dan
9. Masjid
tempat melaksanakan peraturan dan supervisi sosial.
Fungsi-fungsi tersebut telah
diaktualisasikan dengan kegiatan operasional yang sejalan dengan Program
pembangunan. Umat Islam bersyukur bahwa dalam decade akhir-akhir ini masjid
semakin tumbuh dan berkembang, baik dari segi jumlahnya maupun keindahan
arsitekturnya. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan kehidupan ekonomi umat,
peningkatan gairah, dan semaraknya kehidupan beragama.
Fenomena yang muncul, terutama di
kota-kota besar, memperlihatkan banyak masjid telah menunjukkan fungsinya
sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan, dan kegiatan-kegiatan social lainnya.
Dengan demikian, keberadaan masjid memberikan manfaat bagi jamaah-nya dan bagi
masyarakat lingkungannya. Fungsi Masjid yang semacam itu perlu terus
dikembangkan dengan pengelolaan yang baik dan teratur, sehingga dari masjid
lahir Insan-insan muslim yang berkualitas dan masyarakat yang sejahtera. Dari
masjid diharapkan pula tumbuh kehidupan khaira
ummatin, predikat mulia yang diberikan Allah kepada umat Islam.
Allah SWT berfirman yang artinya :
“Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar, serta beriman kepada Allah….” (Ali Imran : 110)
· Sebagai
Pusat Dakwah
-
Dakwah Bil
Hal
Dakwah bil hal disebut juga dakwah pembangunan. Dakwah
bil hal merupakan kegiatan-kegiatan dakwah yang diarahkan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup umat, baik rohani maupun jasmani. Dakwah
bil hal mempunyai ruang lingkup yang amat luas. Kegiatan dakwah bil hal dititik
beratkan pada upaya :
1. Meningkatkan
kualitas pemahaman dan amal keagamaan pribadi muslim sebagai bibit generasi
bangsa yang mengacu kemajuan ilmu dan tekhnologi.
2. Meningkatkan
kesadaran dan tata hidup beragama dengan memantapkan dan mengukuhkan ukhwah
islamiah.
3. Meningkatkan
kesadaran hidup berbangsa dan bernegara di kalangan umat Islam sebagai perwujudan
dari pengalaman ajaran Islam.
4. Meningkatkan
kecerdasan dan kehidupan sosial ekonomi umat melalui pendidikan dan usaha
ekonomi.
5. Meningkatkan
taraf hidup umat, terutama kaum dhuafa dan miskin.
6. Memberikan
pertolongan dan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan melalui berbagai
kegiatan sosial, seperti pelayanan kesehatan, panti asuhan, yatim piatu, dan
orang-orang jompo.
7. Menumbuh kembangkan
semangat gotong royong, kebersamaan, dan kesetiakawanan sosial melalui
kegiatan-kegiatan yang bersifat kemanusiaan.
Kegiatan dakwah bil hal ini
sebenarnya telah banyak dilakuakn oleh bebagai organisasi dan lembaga Islam.
Akhir-akhir ini, himpunan-himpunan dan kelompok-kelompok kerja menunjukkan
kiprahnya dalam berbagai bentuk kegiatan. Misalnya, makin banyaknya panti
asuhan yang dikelola umat islam, rumah-rumah sakit dan balai pengobatan islam,
pendidikan kejuruan dan keterampilan yang diselenggarakan oleh lembaga Islam,
semaraknya kegiatan koperasi di pesantren, serta majelis ta’lim. Kesemuanya ini
mengisaratkan bahwa dakwah bil hal makin bergairah.
Kalau kita mendapat kesempatan
mengurus masjid, kita harus berusaha senantiasa meningkatkan kualitas kita
sebagai mukmin dan berusaha masuk golongan orang-orang yang terbaik dalam
pandangan Allah SWT. Menurut Rasulullah SAW. Orang-orang yang terbaik dalam
pandangan Allah ialah mereka yang :
1.
Luasnya
ilmunya;
2.
Kuatnya
takwanya kepada Allah;
3.
Rajin
menghubungkan silahturrahmi; dan
4.
Tiada
henti-hentinya melakukan ‘amar makruf nahi munkar.
Tidak semua masjid dicintai oleh
Allah SWT, ada diantaranya yang disebut masjid Dhirar (At-Taubah : 108). Masjid
itu dibangun oleh orang-orang munafik dengan tujuan mengganggu kaum muslimin
karena kekufurannya, memecah belah kaum muslimin, dan menjadikan masjid untuk
menunggu kedatangan tentara romawi yang akan memorak-porandakan kaum muslimin,
Allah SWT melarang Nabi Muhammad SAW. Memasuki masjid tersebut. (at-taubah :
108). Atas perintah Allah, Rasulullah meruntuhkan masjid itu.
Salah satu suri tauladan yang harus
dicontoh dari Rasulullah saw. Ialah cara beliau membina ummat. Dalam masa hanya
20 tahun, beliau berhasil membangun satu ummat yang tadinya dikenal asyaddu
kufran wanifaaqan (at-taubah : 97),
menjadi umat pilihan, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an yang artinya :
“kamu adalah sebaik-baik umat
yang ditampilkan ke tengah-tengah masyarakat..” (ali Imran : 110).
Menurut para ulama, ada lima unsur
yang menyebabkan keberhasilan Nabi Muhammad saw. Dalam membina umat :
1.
Memantapkan
Aqidah
Nabi Muhammad SAW. Meletakkan dasar bagi pembinaan
umat dengan menetapkan aqidah, sehingga tertanam roh tauhid :
“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah
membuat perumpamaan kalimat yang baik (kalimat tuhid), seperti pohon yang baik,
akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (Ibrahim : 24).
Roh tauhid yang tertanam itu ibarat
sebuah pohon yang subur, yang pokok dan akarnya terhujam kuat dan kokoh ke
dalam bumi, tidak bias di goyahkan apalagi di runtuhkan, dan pucuknya menjulang
ke langit, hanya satu cita-cita, yaitu ridha Allah. Roh tauhid yang demikianlah
yang melahirkan pribadi muslim utama, seperti Abu bakar siddiq, Umar bin
Khatab. Dengan roh tauhid itu kaum muslimin di zaman rasulullah saw. Dapat
memanfaatkan akal mereka dengan sebaik-baiknya; pikiran, perasaan, dan kemauan
yang terbina dengan sempurna dan melahirkan manusia-manusia muslim yang
bersikap dewasa dalam segala hal, tanpa terpengaruh oleh nafsu.
2.
Menyempurnakan
Ibadah
Dengan tertanamnya roh tauhid, menjadi lebih mudah
bagi rasulullah saw. Menyempurnakan ibadah di kalangan kaum muslimin. Mereka
dengan patuh mengikuti contoh yang diberikan Nabi.
وَاِذَا كَانَ شَيْئٌ مِنْ اَمْرِ دِيْنِكُمْ فَاِلَيَّ
“Soal
agamamu adalah soal aku” sabda Nabi saw
Itulah jaminan, tidak seorangpun
berani menambah-nambahi atau mengurangi apalagi mengada-adakan suatu yang tidak
ada (bid’ah). Berbeda dengan yang terjadi di alam kita sekarang ini. Pada
umumnya, kita ragu-ragu malahan takut dan meredam perbedaan paham (Khilafiyah).
Kita cenderung tidak mengangkat soal-soal Khilafiyah ke permukaan demi menjaga
keutuhan persatuan. Benarkah kita bias bersatu dengan membiarkan soal-soal
Khilafiyah itu tak tertuntaskan? Bersatu dalam arti yang sesungguhnya kah?
Ada yang berpendapat, “jamastumun-nisa”,
batal wudhu’ kalau seorang menyentuh wanita; yang lain berpendapat, “laamastum”
itu bukan “menyentuh”, melainkan “menggauli” (bersetubuh). Ini soal khalifiyah
yang mudah diselesaikan asal kita tahu jalannya. Firman Allah SWT :
“….. Kalau
kamu berbeda paham dalam sesuatu soal, kembalikan persoalannya kepada Allah dan
Rasul, (kepada Al-Qur’an dan Sunnah), kalau kamu (benar) beriman kepada Allah
dan hari kemudian; yang demikian itu adalah lebih utama dan lebih baik
akibatnya.” (An-Nisa : 59).
Tampak bahwa yang menjadi dasar
penyelesaian adalah keikhlasan dan cinta kepada kebenaran. Tetapi masalah yang
kita hadapi lebih serius dari khilafiyah, yakni taabuuudi perbuatan yang tidak diperintahkan Allah dan
Rasul untuk melakukannya yang sudah merupakan penyimpangan dari agama karena
mengadakan syariat sendiri. Ini bias termasuk ke dalam perbuatan Syirik. Firman
Allah SWT :
“….janganlah
kamu menjadi orang-orang musrik, yaitu orang-orang yang memecah belah agama
mereka (dengan demikian) mereka akan menjadi beberapa golongan, dan tiap
golongan bermegah dengan golongannya.” (Ar-Rum : 31-32).
3.
Perbaikan
Hubungan Manusia dengan Manusia (muamalah)
Setelah rasulullah saw. Berhasil menanamkan roh tauhid
dan pelaksanaan inadah dengan baik, lahirlah syarat yang ketiga yaitu perbaikan
hubungan manusia dengan manusia (muamalah, menurut Qur’an dan Sunnah, dengan
hati yang bersih dan jiwa yang ikhlas. Contoh untuk ini adalah seorang ahli
syurga. Setelah diselidiki oleh seorang sahabat, Abdullah bin Amir, orang yang
dimaksudkan oleh rasul itu ternyata memiliki keluhuran budi :
لاَاَجِدَ فِى نَفْسِي ِلأَحَدِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ
غِشَّا وَلاَ اَحْسُدُ أَحَدًا اَعْطَاهُ الله (رواه احمد)
“tiada jalan
jiwaku sifat palsu terhadap salah seorang kaum mukmin, dan aku tidak mempunyai
rasa dengki terhadap seseorang tentang nikmat yang diberikan oleh Allah
kepadanya.” (HR. Ahmad)
4. Perbaikan
Ekonomi (Maisyah)
Setiap manusia berhak membebaskan dirinya dari
kemiskinan. Di dalam Islam, mencari nafkah adalah jihad fi sabilillah. Sebagai
contoh dalam hal ini dapat dikemukakan seorang sahabat yang bernama Abdurrahman
bin Auf. Ia bebas berusaha tapi terikat, bukan oleh peraturan manusia, pada
keyakinannya terhadap agama. Ia berhasil dalam bisnisnya, ia menjadi orang yang
kaya raya. Kekayaannya berfungsi social. Ia menikmati hasil usahanya dan orang
lain pun dapat pula merasakannya.
Namun Abdurrahman bin Auf di abadikan Allah SWT di
dalam kitab suci Al-Qur’an :
“Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan
dan jual beli untuk ingat kepada Allah, mendirikan shalat dan mengeluarkan
zakat, karena takut kepada hari yang (pada hari itu) berbolak balik hati dan
pandangan manusia. (An-Nur : 37)
5.
Membina
Kehidupan Bernegara (daulah)
Dalam membina kehidupan bernegara, Rasulullah saw.
Meletakkan beberapa dasar utama :
a.
Musyawarah,
sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya :
“dan dalam urusan mereka, bermusyawarahlah
antara sesame mereka” (Asy-Syura : 38)
“dan ajaklah mereka bermusyawarah dalam urusan
itu, apabila engkau sudah mendapatkan keputusan, maka berserah dirilah
(tawakal) kepada Allah” (Ali –Imran : 159)
[246] Maksudnya: urusan
peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi,
kemasyarakatan dan lain-lainnya.
b.
Menghormati
Hak asasi Manusia
Penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan
salah satu syarat dalam menjalankan pemerintahan yang terbuka. Rasulullah saw
memperaktekkannya 15 abad silam. Sungguh tidak mudah membentuk pemerintahan
yang demikian, jika pembinaan dan pengemblengan akhlak pribadi-pribadi belum
memadai. Dalam kehidupan benegara yang baik, siapa pun dilarang melakukan
manipulasi, menyalahgunakan kekuasaan, menghianati amanat, dan mementingkan
diri sendiri. Allah berfirman dengan nada keras :
“Apabila
jika kami hendak membinasakan suatu negeri, Maka kami perintahkan kepada
orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi
mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya berlaku
terhadapnya perkataan (ketentuan kami), Kemudian kami hancurkan negeri itu
sehancur-hancurnya.” (Al-Isra’)
Peringatan Allah yang lain juga keras :
“Katakanlah:
" dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu
atau dari bawah kakimu” (Al-An’am : 65)
·
Sebagai
Pusat Pendidikan
Membina Kerja Sama Remaja Masjid. Remaja
Masjid, sebagai bagian dari remaja pada umumnya, dewasa ini berhadapan dengan
berbagai remaja yang muncul di dalam masyarakat. Ada kenakalan remaja,
perkelahian pelajar, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang, pergaulan
bebas, dan sebagainya.
Keadaan ini m embuat resah dan gelisah para orang tua
dan masyarakat. Masa depan para remaja itu sendiri rusak, juga masa depan
bangsa, negara dan agama.
Dalam usaha memecahkan dan
menanggulangi problematika remaja dalam masyarakat, kegiatan-kegiatan yang
dapat dilaksanakan adalah :
a.
Pengajian
Remaja
Agama merupakan benteng yang paling kuat dalam
menghadapi berbagai pengaruh dan perbuatan yang negatif. Dengan pemahaman agama,
mereka sukar terpengaruh dan terposok kedalam perbuatan dan tindakan negative
dan merusak. Apabila agama cukup ditanamkan, misalnya melalui pengajian Remaja,
berbagai problematika remaja tidak akan muncul dalam masyarakat. Pengajian ini
diadakan dan dilaksanakan oleh remaja masjid. Melalui pengajian ini dapat
ditanamkan nilai-nilai ajaran agama yang dapat membentengi dirinya dari
berbagai pengaruh dan perbuatan negative.
b.
Diskusi
Remaja
Kegiatan diskusi juga perlu diadakan oleh remaja
masjid. Problematika remaja di dalam masyarakat dibicarakan dalam diskusi ini,
guna mengupayakan pemecahan dan penyalahgunaannya. Wadah ini juga merupakan
ajang pertukaran pikiran. Mereka mengemukakan pendapat secara bebas tentang
masalah yang mereka hadapi. Dari mereka pula akan diperoleh gagasan-gagasan
yang jernih dan relevan dengan permasalahan yang dihadapi. Kegiatan ini dapat
dilaksanakan secara rutin.
c.
Jumpa Remaja
Acara “Jumpa Remaja” adalah mengundang para remaja
yang ada di sekitar masjid untuk bersama-sama berkumpul, berbincang-bincang,
makan bersama, dan sebagainya. Kegiatan ini mungkin diadakan di masjid, mungkin
pula dilaksanakn di tempat lain : di rumah, di taman, atau di gedung pertemuan.
d.
Kemah Remaja
“Kemah Remaja” melibatkan sejumlah remaja masjid
berkemah bersama. Disitu digelar sejumlah acara yang terarah dan bermanfaat
bagi para remaja. Bakti Sosial dalam Masyarakat di tempat berkemah patut benar
dimasukkan ke dalam agenda acara, sehingga remaja masjid terlatih memperhatikan
dan memperdulikan masyarakat sekitarnya.
·
Tempat
Pendidikan Nonformal
Masyarakat manapun menyadari bahwa
pendidikan mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia. Melalui pendidikanlah
terbentuk manusia yang siap dengan hasil kerja nyata. Di jalur nonformal,
pendidikan manusia berlangsung dalam dimensi kehidupan yang sangat luas. Bebeda
jauh dengan pendidikan formal, yang terlalu lama menggumuli teori; basis
pendidikan nonformal sekitar 80 persen, justru bertumpu pada praktek. Di jalur
pendidikan formal, porsi praktek teramat minim.
Nafkah yang dicari, jika dilakukan
dengan pasrah (positif) kepada Allah, akan mengalir dengan sendirinya. Kuncinya
terletak pada pengabdian makhluk terhadap sang khalik. Manusia sesungguhnya
makhluk tanpa daya, dengan periode kehidupan duniawi yang pendek. Wujud
pengabdian manusia yang paling langsung terhadap sang Pencipta-Nya merupakan
cara membentuk pribadi yang istiqamah. Selain Shalat, Allah juga mengajarkan
agar umat-Nya saling berhubungan. Pada keseimbangan antara memelihara dimensi
vertical (hablum minallah) dan dimensi horizontal (hablum minannas) inilah
terletak fitrah keutamaan manusia.
Shalat sebagai tiang agama
memberikan motivasi mendasar bagi umat untuk melangkah di jalan yang di
ridhai-Nya. Dengan mendirikan shalat, manusia dituntun kejalan yang lurus.
Dengan shalat, manusia berharap perantauan kehidupan duniawinya mendapatkan
ganjaran yang layak di alam baka. Shlat memang boleh dilakukan dimana saja,
tetapi sebaik-baiknya tempat adalah di masjid atau mushala. Apa sebab? Tak lain
Karena masjid merupakan tempat ibadah resmi pengajian, musyawarah, pendidikan,
dan kegiatan lain guna membina akhlak, mendalami masalah-masalah islam, dan
menemukan jawaban atas beraneka ragam problem umat.
Masjid memang sarana penggemblengan
jiwa, agar manusia cukup siap mengurangi lautan kehidupan. Artinya, pendidikan
nonformal dapat pula dilakukan di Masjid. Cakupan pendidikan nonformal jauh
lebih luas dari sekedar format kelembagaan dalam proses belajar-mengajar. Di
zaman Rasulullah, masjid menjadi tempat berkompetisi dalam arti positif. Waktu
itu belum dikenal yang namanya sekolah dalam arti positif. Waktu itu belum
dikenal yang namanya sekolah atau universitas. Masjidlah ajang pengembangan
ilmu pengetahuan, khususnya ilmu agama. Sekarang masjid sudah berfungsi ganda,
sebagai tempat ibadah dan untuk mendidik putra-putri generasi penerus cita-cita
umat. Aktifnya kegiatan remaja / generasi muda Islam kian semarak. Kelompok
Muda Islam ini bersungguh-sungguh memahami Islam secara mendalam. Di sekolah,
mereka memperoleh pelajaran agama hanya dua jam dalam seminggu. Jumlah yang
jauh dari memadai untuk membentuk akhlak putra-putri dan menggali potensi
kandungan Al-Qur’an. Beruntunglah putra-putri kita yang sempat membina diri di
madrasah - madrasah.
Banyak diantara remaja yang
bersekolah umum tidak mampu membaca Al-Qur’an ketika mereka memasuki sekolah
Islam. Dalam hal shalat pun kebanyakan mereka belum melakukannya dengan benar.
Masjid menyediakan jawabannya. Melalui pendidikan dan pengajaran agama di
masjid diharapkan muncul generasi muda Islam yang andal. Dengan masjid sebagai
media membentuk pikiran remaja, akan lahir generasi yang potensial bagi
kelangsungan dan perkembangan Islam di masa mendatang.
Dalam hal ini fungsi mesjid akan
lebih efektif bila di dalamnya disediakan fasilitas-fasilitas terjadinya proses
belajar mengajar. Fasilitas yang dimaksudkan adalah :
a. Perpustakaan,
yang menyediakan berbagai buku bacaan dengan berbagai disiplin keilmuan.
b. Ruang
diskusi, yang digunakan untuk berdiskusi sebelum atau sesudah shalat jamaah.
Program inilah yang dikenal dengan istilah I’tikaf ilmiah
c. Ruang
Kuliah, baik digunakan untuk training remaja masjid, atau juga untuk “madrasah
diniah”, yang oleh Omar Amin Hoesin diistilahkan dengan “sekolah masjid”.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari Pembahasan mengenai Masjid sebagai pusat
pendidikan dan dakwah dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Masjid
sebagai Pendidikan Non Formal.
2.
Masjid
sebagai kegiatan Dakwah dan pembinaan Umat
B.
Saran
Penulis menyarankan agar kita tidak
mengahabiskan waktu yang tidak berguna, dimana waktu kita gunakan yang ada
untuk belajar di Masjid untuk menambah Ilmu Pengetahuan ajaran agama Islam dan mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari dengan demikian adanya masjid penulis menyarankan
agar kita senantiasa sadar akan pentingnya menegakkan Syariat Islam dalam
kehidupan keseharian supaya tercipta kehidupan bahagia dan sejahtera dan di
Ridhai Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
·
Pengertian masjid dan sejarahnya.
·
Hasbullah. 2001. sejarah pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta.
Komentar
Posting Komentar